LaporanPraktikum                                                           Hari/Tgl   :Rabu/04 Mei 2011

Dosen      : RetnoMuninggar, S.Pi, ME.

                  : Thomas Nugroho, S.Pi, M.Sc.

PemanfaatanPelabuhanPerikananPantai  (PPP) LempasingUntukMeningkatkanPotensiPerikanan Wilayah Lampung

 

 

Oleh Kelompok 8 :

FifiDewiResti                      C44080043

ArrahmyFebrina              C44080047

NurLinaMaratana N.       C44080061

Abdullah Sofyaun            C44080091

BalendinaKoedoeboen C44080093

 

 

 

 

BAGIAN KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN KEPELABUHANAN

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

  1. 1.       PENDAHULUAN

 

1.1   Latar belakang

Perikanan tangkap merupakan kegiatan ekonomi penting bagi provinsi Lampung karena kontribusinya dalam penyediaan pangan yang berasal dari laut seperti jenis ikan, udang, cumi, kerang dan hewan lunak lainnya. Pembangunan sarana dan prasarana perikanan berguna untuk mendukung kegiatan eksploitasi penangkapan ikan di laut, mengingat potensi perikanan yang cukup besar di wilayah perairan Indonesia umumnya dan perikanan Lampung khususnya.

Dalam upaya membangun dan mengembangkan sektor perikanan diperlukan prasarana yang mendukung tujuan tersebut yaitu berupa Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan. keberadaan prasarana tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dan berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, agribisnis dan agroindustri yang berdampak positif bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun.

Informasi yang akurat tentang potensi perikanan yang ada di daerah penangkapan ikan sekitar Lempasing diperlukan untuk pengembangan dan pemanfaatan Lempasing. Pengetahuan akan potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan merupakan informasi penting untuk mengetahui sejauh mana PPP Lempasing sudah dimanfaatkan sesuai dengan potensi yang telah ada. Potensi perikanan laut propinsi Lampung, khususnya Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lempasing meliputi Perairan Pantai Barat Lampung, Selat Sunda dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Samudera Hindia (Harto 1995).  Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung (2006) dalam Pujiyani (2009), PPP Lempasing yang terletak di teluk Lampung merupakan pelabuhan perikanan yang berada di selatan Pulau Sumatera. Alat tangkap yang dominan dipergunakan di Lempasing terdiri dari Payang (60 buah), purse seine (37 buah) dan pancing (95 buah). Harga untuk setiap jenis ikan ditetapkan melalui proses pelelangan murni dimana juru lelang memberikan penawaran harga, kemudian peserta lelang melakukan tawar-menawar sehingga mencapai penawaran tertinggi. Penetapan harga pada saat pelelangan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan mutu ikan yang didaratkan. Jenis ikan yang didaratkan antara lain ikan bawal putih (Pampus argentus), ikan kembung (Rastreliger kanagurta) dan ikan tenggiri (Scomberomerus commenson).

1.2   Tujuan

  1. Mengetahui potensi perikanan di wilayah lampung

 

2.       TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1   Pelabuhan Perikanan

Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional.

Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat Jenderal perikanan 1994 adalah (Lubis 2006):

1. Produksi : Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapannya.

2. Pengolahan : Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.

3. Pemasaran : Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya.

Menurut Peraturan Menteri kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan BAB VII pasal 16, pelabuhan perikanan diklasifikasikan kedalam 4 (empat) kelas, yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi empat kategori utama yang memiliki kriteria yaitu:

  1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
  2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial, Zona ekonomi ekslusif Indonesia dan laut lepas;
  3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya minus 60 GT;
  4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m
  5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus;
  6. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;
  7. Terdapat industry perikanan.
    1. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
    2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial dan Zona Ekonomi Eklusif Indonesia;
    3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT;
    4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;
    5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus;
    6. Terdapat industri perikanan.
      1. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
      2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut territorial;
      3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kappal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT;
      4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m;
      5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.
        1. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
        2. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;
        3. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT;
        4. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya 2 m;
        5. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

fungsi pelabuhan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Lubis 2006):

(1)    Fungsi pendaratan dan pembongkaran

(2)    Fungsi pengolahan

(3)    Fungsi pemasaran

(4)    Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan.

Menurut Lubis (2006) dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi berbagai fasilitas. Kapasitas dan jenis fasilitas yang terdapat di suatu pelabuhan perikanan umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan berkaitan pula dengan skala perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa fasilitas pokok, fungsional, dan fasilitas penunjang.

Peranan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan dikelompokkan menjadi tiga oleh Direktorat Bina Prasarana Perikanan (1982) videGigentika (2010), yaitu:

  1. Pusat aktivitas produksi, yaitu:
  • Tempat mendaratkan hasil tangkapan
  • Tempat untuk persiapan operasi penangkapan ikan
  1. Pusat distribusi, yaitu:
  • Tempat transaksi jual beli ikan
  • Terminal untuk mendistribusikan ikan
  • Pusat pengolahan hasil laut
  1. Pusat kegiatan masyarakat nelayan
  • Pusat kehidupan masyarakat nelayan
  • Pusat pembangunan ekonomi masyarakat nelayan
  • Pusat lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar

 

2.2Keadaan Umum Wilayah Lampung dan PPP Lempasing

2.2.1          Keadaan umum daerah lampung

Secara geografis kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ – 5030’ LS dan 105028’ – 105037’ BT.  Ibukota propinsi Lampung terletak di Teluk Lampung yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera (BPS Kota Bandar Lampung, 2007). Luas Bandar Lampung adalah 197 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara administrasi, kota Bandar Lampung berbatasan dengan:

a)      Bagian utara: kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

b)      Bagian selatan: kecamatan Padang Cermin dan kecamatan Ketibung, kabupaten Lampung Selatan serta Teluk Lampung

c)       Bagian barat: kecamatan Gedung Tataan dan Padang Cermin Kabupaten Lampung Selatan

d)      Bagian Timur: kecamatan Tanjung Bintang kabupaten Lampung Selatan (BPS Kota Bandar Lampung, 2007).

2.2.2          Sejarah dan perkembangan ppp lempasing

Pembangunan pelabuhan perikanan ini berawal dari semakin berkembangnya usaha perikanan tangkap di Kota Bandar Lampung. Selain itu, semakin meningkatnya permintaan masyarakat Kota Bandar Lampung khususnya dan masyarakat Propinsi Lampung pada umumnya terhadap kebutuhan ikan segar dari tahun ke tahun.

UPTD PP Propinsi Lampung (2003) dalam Yuliati (2005) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan PPP Lempasing sudah dilakukan sejak tahun 1982 berikut analisis studi kelayakan dan sampai pada tahun 2003 sudah mengalami swepuluh tahap pembangunan. Tahapan-tahapan pembangunan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pembangunan Tahap I (tahun1982)

Meliputi perencanaan pembangunan dan analisis studi kelayakan.

  1. Pembangunan Tahap II (tahun 1982-1988)

Meliputi pembebasan lahan dan penyediaan lahan untuk pendirian lokasi pelabuhan perikanan Lempasing.

  1. Pembangunan Tahap III (tahun 1989)

Pembangunan tahap ini meliputi pembangunan dermaga, kolam pelabuhan, kantor administrasi, gedung pelelangan, areal perbaikan jaring, penyediaan sumber air tawar, mesin genset/instalasi, bengkel, drainase, rumah mesin, jalan masuk ke lingkungan pelabuhan perikanan, pos jaga dan pagar.

  1. Pembangunan Tahap IV (tahun 1992)

Meliputi pembangunan gedung pengepakan, slipway, pengerukan kolam pelabuhan, balai pertemuan nelayan dan tempat ibadah.

  1. Pembangunan Tahap V (tahun 1994)

Melakukan penambahan panjang dermaga.

  1. Pembangunan Tahap VI (tahun 1995)

Pembangunan turap yang berada di sekitar areal bengkel.

  1. Pembangunan Tahap VII (tahun 1997)

Melakukan penambahan luas areal pada dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pelelangan, gedung pengepakan, areal parkir, drainase, jalan menuju lingkungan pelabuhan perikanan dan pagar.

  1. Pembangunan Tahap VIII (tahun 2000)

Melakukan penambahan panjang dermaga, pengerukan kolam pelabuhan, gedung pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar, bengkel, depot es, depot BBM, genset, listrik PLN, gedung WASKI, MCK, drainase, pagar dan pembelian kendaraan pelabuhan perikanan.

  1. Pembangunan Tahap IX (tahun 2001)

Melakukan penambahan panjang dermaga, perluasan tanah, gedung pelelangan, bangsal pengepakan, unit pengolahan limbah, tempat istirahat, sumber air tawar,bengkel, areal parkir, SPBM, jaringan air bersih, watertreatmentplant dan drainase.

  1. Pembangunan Tahap X (tahun 2002)

Meliputi pendirian kantor administrasi, perlengkapan pelelangan, drainase, gapura, bak sampah, gerobek sampah, plang himbauan dan jalan masuk ke lingkungan pelabuhan perikanan.

Pengelolaan PPP Lempasing mulai dilakukan pada tahun 1989 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1992. Pada tahun 2001 dibentuk pengelolaan PPP Lempasing dibawah kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah  (UPTD) Pelabuhan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung. Pengelolaan ini tidak hanya mencakup PPP Lempasing saja namun seluruh Pelabuhan Perikanan yang ada di Lampung.

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, kepala PPP Lempasing bertanggung jawab kepada kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Propinsi Lampung dimana kepala UPTD  Pelabuhan Perikanan Propinsi Lampung bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Lampung (Yuliati 2005).

 

2.3 Potensi Perikanan Wilayah Lampung dan PPP Lempasing

Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu sumberdaya dapat pulih (renewable resources), sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (enviromental services). Pada tanggal 7 Mei 1999 Pemerintah Indonesia menetapkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan adanya UU ini membawa implikasi baru bagi pembangunan di wilayah pesisir. Bila sebelumnya seluruh wilayah perairan laut Indonesia berada pada wewenang pemerintah pusat, maka dengan UU No. 22 tahun 1999, Pemerintah Daerah memiliki wewenang atas sebagian wilayah perairan laut.

Pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 ini minimal memiliki dua implikasi terhadap kegiatan sumberdaya pesisir dan laut, khususnya dalam hal perwilayahan daerah penagkapan ikan, yaitu: (1) Daerah Propinsi harus dengan lebih pasti mengetahui potensi perikanan serta batas-batas wilayahnya sebagai dasar untuk menentukan jenis dan tipe kegiatan perikanan yang sesuai di daerahnya, (2) Daerah Propinsi harus mampu mengalokasikan 4 mil laut dari 12 mil laut yang berada di bawah wewenangnya kepada Kota/Kabupaten yang selanjutnya dikelola pemanfaatannya.

Wilayah pesisir Lempasing, Bandar Lampung memiliki potensi sumberdaya perikanan yang tinggi, baik untuk pengembangan budidaya perikanan maupun kegiatan penangkapan ikan. Saat ini tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah tersebut masih belum optimal. Sistem penangkapan ikan oleh nelayan di Lempasing masih bersifat artisanal atau terbatas pada perairan pantai. Hal ini disebabkan kurangnya pembinaan dan belum dibangunnya sistem informasi yang dapat diakses oleh nelayan dengan mudah dan cepat. Masyarakat nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan kebiasaan dalam menangkap ikan tanpa didukung oleh data dan informasi yang akurat mengenai daerah-daerah penangkapan ikan yang potensial. Selain itu, fasilitas armada penangkapan ikan juga masih terbatas, baik ukuran maupun jumlahnya, sehingga tidak dapat menjangkau daerah-daerah penangkapan ikan yang potensial. Demikian pula halnya dengan kegiatan budidaya laut dan tambak udang yang belum dikembangkan. Dari analisis tersebut juga diketahui nilai hasil tangkapan maksimum lestari atau maximum sustainable yield (MSY) adalah 15.696,56 ton/tahun, sedangkan upaya penangkapan yang optimum (F) adalah 339.717,36 trip sampai tahun 2005.

Berdasarkan Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Bandar Lampung, produksi perikanan tangkap di wilayah Lempasing ini baru mencapai 7.289,4 ton dengan nilai produksi Rp 61.307.318.000. Tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 ini baru mencapai 46,44% dari nilai MSY, sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Lempasing, Bandar Lampung disebabkan beberapa hal, antara lain armada penangkapan ikan yang masih bersifat artisanal dan 1.554 rumah tangga perikanan tangkap laut di pesisir Lempasing, Bandar Lampung, hampir separuhnya atau kurang lebih 49,8% (800 RTP) masih mengunakan perahu/jukung tanpa motor, 28,6% (456 RTP) tanpa perahu, 21,4% (295 RTP) menggunakan motor tempel, 1 RTP yang menggunakan kapal motor 5 – 20 GT, dan hanya 2 RTP yang menggunakan kapal motor 20 – 30 GT. Tentu ini menjadi kendala bagi pengembangan usaha penangkapan, karena armada penangkapan yang digunakan memiliki kapasitas penangkapan yang kecil dan daya jelajah perairan yang terbatas sehingga tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di Lempasing, Bandar Lampung manjadi terbatas. Selain keterbatasan armada perikanan tangkap, alat penangkapan ikan yang terdapat di sepanjang pantai Lempasing, Bandar Lampung juga tergolong sederhana. Umumnya alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah pancing rawai, dari 6.267 unit alat tangkap yang terdata oleh dinas Perikanan dan Kelautan Lempasing lebih kurang 35,3% berupa pancing rawai. Selain pancing rawai terdapat alat tangkap utama lain yang digunakan oleh nelayan di Lempasing yaitu berupa jaring insang (sekitar 33,3%). Selain ketiga jenis alat tangkap di atas, terdapat beberapa alat tangkap lain yang sering digunakan oleh nelayan setempat untuk menangkap ikan yaitu, jaring klitik (5%), jala tebar (0,6%), pukat pantai (0,3%) serta beberapa alat tangkap lain berupa pancing cumi, tombak, garpu, atau alat penangkap kerang dan teripang.

  1. 3.       Hasil dan Pembahasan

3.1   Keadaan umum perikanan

  1. Fasilitas Di PPP Lempasing

PPP Lempasing terletak di Kecamatan Telukbetung Barat Kota Bandar Lampung dengan luas lahan 42.500 m2. Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal sewaktu berlayar  keluar-masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan (Lubis, 2006).

Fasilitas pokok di PPP Lempasing tahun 2006

No

Fasilitas

Sub-unit

1

Lahan

42.500 m2

2

Dermaga

275 m2

3

Kolam pelabuhan

27.500 m2

4

Turap / Revetmen

87 m2

5

Rambu Navigasi

4 buah

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

Fasilitas penunjang merupakan fasiltas yang tidak secara langsung meningkatkan peran pelabuhan agar para pelaku kegiatan di pelabuhan mendapat kenyamanan dalam melakukan aktifitas.

Fasilitas penunjang di PPP Lempasing tahun 2006

No

Fasiltas

Sub-unit

1 Tempat ibadah

36 m2

2 Kendaraan roda dua

2 unit

3 Drainase

800 m2

4 Jalan

400 m2

5 Plang himbauan

4 buah

6 Mess operator

2 buah

7 Gudang perahu layar

50 m2

8 Luncuran perahu layar

1 unit

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

Fasilitas fungsional merupakan fasilitas suprastruktur yang berfungsi untuk meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang katifitas di pelabuhan.

Fasilitas fungsional di PPP Lempasing tahun 2006

No

Fasilitas

Sub-unit

1 Gedung TPI

520 m2

2 Listrik PLN

15 KVA

3 Instalasi air tawar

3 unit

4 Depot es

42 m2

5 Gudang mesin

12 m2

6 Selter nelayan

100 m2

7 Areal perbaikan jaring

200 m2

8 Unit pengolah limbah

2 unit

9 Depot BBM

42 m2

10 SPBN

420 m2

11 Slipway

2 unit

12 Bengkel

200 m2

13 Gedung pertemuan nelayan

200 m2

14 Rumah genset

12 m2

15 Areal parker

3.800 m2

16 Kantor administrasi

145 m2

17 Pagar

1.500 m 2

18 SSB

1 unit

19 Jaringan air bersih

385 m

20 Pengolah limbah padat

1 unit

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dalam Pujiyani (2009)

  1. Unit Penangkapan Ikan

a)      Kapal

Menurut UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, kapal, perahu atau alat apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

Jumlah kapal di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Tahun

Perahu Tanpa Motor

Kapal Motor

Jumlah

< 10 GT

10-20 GT

20-30 GT

2003

175

298

45

10

881

2004

102

281

28

25

665

2005

78

295

39

36

638

2006

70

298

21

17

573

2007

72

298

34

24

642

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

b)      Alat penangkap ikan

Alat tangkap yang digunakan di PPP Lempasing umumnya merupakan alat tangkap dengan ukuran yang tidak terlalu besar.

Jumlah alat tangkap di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Jenis Alat Tangkap

Tahun

2003

2004

2005

2006

2007

Cantrang

73

59

48

40

44

Purse seine

34

36

40

29

64

Payang

50

44

45

45

52

Rampus

67

51

43

37

35

Pancing

56

50

50

25

35

Pelele

40

42

39

29

40

Jumlah

320

282

265

205

270

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

 

c)       Nelayan

Nelayan di PPP Lempasing terdiri dari nelayan lokal yaitu nelayan yang bermukin di Lempasing. Nelayan-nelayan ini berasal dari Jawa Timur, Indramayu dan Cirebon. Selain itu, PPP Lempasing sering juga disinggahi nelayan-nelayan pendatang yang berasal dari Sibolga, Jawa (Tegal, Cirebon, Indramayu) dan Bugis.

Jumlah nelayan di PPP Lempasing tahun 2007

Nelayan

Jumlah (orang)

Cantrang

400

Purse seine

612

Payang

410

Rampus

185

Pancing

125

Pelele

145

Jumlah

1.877

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).

  1. Produksi dan Nilai Produksi

Produksi hasil perikanan di PPP Lempasing terdiri dari berbagai macam jenis hasil tangkapan, antara lain tenggiri (Scomberomorus commenson), kembung (Rastreliger kanagurta), bawal (Pampus argentus), tongkol (Euthynnus spp.), tembang (Sardinellafimbriata), teri (Stolephorus spp).

Produksi dan nilai produksi di PPP Lempasing tahun 2003-2007

Tahun

Produksi

Nilai produksi (Rp)

2003

4.658.000

20.029.400.000

2004

6.660.000

33.509.000.000

2005

5.809.500

47.112.566.000

2006

3.319.276

17.634.855.677

2007

2.812.245

18.379.855.704

Sumber: Profil PPP Lempasing (2006) dan data sekunder 2006-2007 diolah dalam Pujiyani (2009).


3.2 Potensi Perikanan Wilayah Lampung

Potensi perikanan wilayah lampung pada tahun 2010 yaitu sebanyak 132.333,52 ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 173.082,25 ton. Menurut Makmur Hidayat, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Lampung, Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Menurutnya, dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan.

Produksi hasil tangkapan yang terdapat di PPP Lempasing berdasarkan asalnya bersumber dari dua tempat, yaitu hasil tangkapan yang didaratkan dari laut dan hasil tangkapan yang didatangkan dari darat/daerah lain. Hasil tangkapan yang didaratkan dari laut di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah penangkapan ikan  di sekitar perairan Teluk Lampung, anatara lain di sekitar perairan Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Kubur, Teluk Semangka, Pulau Sebesi, Pulau Krakatau, Labuhan Maringgai dan Kota Agung. Hasil tangkapan yang didatangkan dari daerah lain di PPP Lempasing biasanya berasal dari daerah di luar Kota Bandar Lampung, bahkan ada yang didatangkan dari luar Provinsi Lampung, antara lain Labuhan Maringgai Bengkulu dan sibolga dengan menggunakan transportasi darat (Yuliati 2005).

Menurut Malanesia, dkk (2008), perairan laut Kabupaten Lampung Selatan berbentuk teluk, yaitu Teluk Lampung dengan kedalaman rata-rata 25 m, di mulut teluk kedalaman berkisar antara 35-75 m (di Selat Legundi), ke arah kepala teluk  perairan mendangkal sekitar 20 m pada jarak relatif dekat dengan pantai. Tipe pasang surut yang ada di perairan Teluk Lampung adalah tipe campuran dengan kecenderungan ke arah semi diurnal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pasang surut Samudera Hindia dan Laut Jawa. Kisaran tinggi pasang surut sekitar 180 cm, dengan surut terendah sekitar 91 cm dan pasang tertinggi sekitar 95 cm.

Pemasaran yang dilakukan oleh PPP Lempasing hanya ke pasar lokal disekitar Lampung. PPP Lempasing tidak mendistribusikan hasil perikanan untuk kebuthan ekspor, karena ikan hasil tangkapan hanya ikan wilayah perairan pantai yang relatif kecil tidak termasuk ukuran ikan untuk ekspor yang meminta ikan ukuran besar.

3.3 Potensi Sumberdaya Manusia (Nelayan)

Berdasarkan laporan Koran Kompas Kamis, 28 April 2011,angka produksi perikanan tangkap Lampung per tahun hanya sekitar 42 persen dari potensi perikanan tangkap sebanyak 338.000 ton. Produksi hasil tangkapan tidak maksimal karena terbatasnya peralatan tangkap dan kurangnya sumber daya manusia yang andal pada bidang perikanan. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Untung Sugiyatno (dalam Kompas), pada acara ruwat laut di pantai Sukaraja, Bandar Lampung, mengatakan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, produksi perikanan tangkap Lampung 2007 sebesar 145.000 ton. Padahal, Lampung memiliki potensi yang cukup besar sekitar 338.000 ton.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, puluhan ribu nelayan menjalankan usaha penangkapan ikan. Mereka tersebar pada beberapa pelabuhan perikanan di Lampung, mulai dari Labuhan Maringgai di Lampung Timur, Kalianda di Lampung Selatan, Lempasing di Bandar Lampung, hingga Kota Agung, Tanggamus. Sebanyak 11.117 nelayan di antaranya menjalankan usaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran 5-10 gross ton (GT). Mereka sanggup melaut hingga jarak kurang dari 10 mil laut. Namun, masih lebih banyak nelayan yang menangkap ikan dengan perahu jukung atau payang yang jangkauannya terbatas kurang dari 3 mil laut.Rata-rata nelayan Lampung melaut hanya dua hari. Nelayan asal Lampung juga jarang yang mau melaut hingga jarak lebih dari 12 mil laut. Dengan demikian, hasil tangkapan menjadi lebih terbatas.Untuk meningkatkan produksi, DKP Lampung membantu penyediaan kapal ikan berukuran besar. DKP Lampung melalui Koperasi Mina di setiap pelabuhan perikanan di Lampung membantu secara bergulir satu kapal berukuran 25 GT yang sanggup melaut sejauh 12 mil.

Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayah Provinsi Lampung, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap  baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ton/tahun. Dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan. Perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan. Khusus hasil tangkapan laut  sehingga nelayan harus memiliki armada atau kapal besar berbobot di atas 30 GT  serta peralatan lain. Dengan demikian peningkatan hasil tangkapan tangkapan bisa tercapai dan berpengaruh positif terhadap roda perekonomian nelayan setempat. Dengan potensi tersebut, produksi perikanan tangkap  baru mencapai sekitar 41 persen. Padahal produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun dan bila angka penangkapan nelayan besar tentu saja bisa meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Adapun beberapa isu pengembangan wilayah pesisir Propinsi Lampung berdasarkan hasil survey   yang terjadi di sekitar desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermindan Punduh Pidada. Beberapa permasalahan tersebut adalah:

a.) Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)

Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi pada pada SDM desa non pesisir. Rendahnya kualitas SDM tersebut serta hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun informal.

b.) Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum

Rendahnya penaatan dan penegakan hokum tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini antara lain tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup.

Beberapa kegiatan masyarakat di daerah tersebut masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hokum dapat terlihat dari adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain.

c.) Penataan Ruang Wilayah Pesisir yang Belum Optimal

Penyusunan rencana tata ruang yang telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir, baik RTRW Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Dalam kenyataannya, pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempa dan pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green belt ). Kondisi tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang mendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah dan merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik kepentingan berkepanjangan.

d.) Degradasi Habitat Wilayah Pesisir

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbukarang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapakegiatanmasyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan

• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).

e.) Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk.Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolism udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai di beberapa desa, seperti Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan Sidodadi.

Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: rendahnya penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti:

• Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan

• Pengambilan terumbu karang sebagai bahanbangunan

• Pengambilan anemone untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut.

• Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang).

• Konversi kawasan hutan menjadi lading atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir.

• Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi).

e.) Pencemaran Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain:

• Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang.

• Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang kelaut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan

  1. 4.       KESIMPULAN DAN SARAN         

 

4.1   Kesimpulan

Propinsi Lampung memiliki potensi kelautan dan perikanan yang besar mulai dari perikanan darat, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan luas perairan laut 24,820 km2 atau 41,2 persen dari wilayahnya, dengan panjang garis pantai 1.105 km dan 130 buah pulau kecil. Akan tetapi Potensi tersebut masih belum optimal dimana produksi perikanan tangkap baru mencapai sekitar 41 persen. Sedangkan produksinya diperkirakan sebanyak 388 ribu ron per tahun. Di sisi lain, perkembangan produksi perikanan tangkap di Lampung masih relatif kecil sehingga diperlukan upaya untuk mengoptimalkan hasil tangkapan.

 

4.2 Saran

Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan kawasan pesisir dan perikanan Propinsi Lampung sebaiknya pemerintah daerah Propinsi Lampung bekerjasama dengan pemerintah kota/kabupaten dapat menyusun program pembangunan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kondisi biofisik pesisir setempat serta memprioritaskan penangangan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.


Daftar Pustaka

 

BPPT-PSL UNILA. 1989. Studi Amdal di Kawasan Pangkalan Utama TNI AL Teluk Rataidan Daerah Sekitarnya.Proyek Perencanaan Lantama TNI AL Teluk Ratai. Jakarta.

CRMP. 1998. Status Mangrove dan TerumbuKarang di Lampung. Proyek Pesisir Publication.Tec. Report TE-99/11-I. CRC-URI. Jakarta.

Harto Budi. 1996. Studi Kemungkinan Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Lempasing, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. [Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 103 halaman.

Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 1999. Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka Tahun 1999. Kalianda.

Pemerintah Propinsi Lampung. 2002. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Cetakan ke-2.Bekerjasama dengan Proyek Pesisir PKSPL IPB. Bandar Lampung.

Pujiyani Rika. 2009. Kondisi Perikanan Tangkap di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing, Bandar lampung.[Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 88 halaman.

Yuliati Ika. 2005. Kajian Informasi Avant Pays Maritime Bagi Armada Penangkapan Ikan Yang Berbasis Di Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing, Bandar Lampung.[Skripsi]. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Anonim.2008. http://nasional.kompas.com/read/2008/04/28/02214971/hanya. [29 April 2011]

Anonim.2009. http://www.sumberdayaperikananunila.blogspot.com/. [29 April 2011]

 

LAMPIRAN

 

Daftar Pertanyaan

  1. Ina (C44080045): faktor selain SDM dan alat tangkap yang menyebabkan  PPP Lempasing belum optimal dan apa yang harus dilakukan agar potensi perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal?
  2. Fadli (C40070016) : menurut kelompok penyaji, keterbatasan alat tangkap dikarenakan apa, apakah karena keterbatasan membeli ataukah terdapat faktor lain?
  3. Hotnaida (C44080016) : Contoh riil kualitas SDM terhadap pemanfaatan perikanan?
  4. Haris (C44080029) : kualitas SDM dengan penegakan hukum.  Bagaimana penegakan hukum memberikan kualitas yang baik?
  5. Herul (C440800) : adakah langkah-langkah PPP lempasing dalam pengembangan pelabuhannya?
  6. Anggara Bayu Aji (C44080003): adakah MSY dan Mey dari potensi perikanan di wilayah Lampung?
  7. Charis (C4400800) : langkah PPP Lempasing untuk memperbaiki SDM dan peningkatan taraf hidup?
  8. Isamudin (C440800) : Fasilitas di PPP Lempasing sudah optimal apa belum?
  9. Agung (C440800) : bagaimana menurut kelompok anda mengenai rendahnya penataan dan penegakan hukum?
  10. Sihol (C44080079) : Bagaimana teknis di lapangan pemerintah, nelayan untuk meningkatkan kinerja di pelabuhan?
  11. Arif Nugraha (C44080086) :  Cara pemanfaatan potensi wilayah lampung dilihat dari perairan dan PPP Lempasing?

Jawaban

  1. Faktor selain SDM dan alat tangkap yang membuat perikanan di PPP lempasing belum optimal dapat dilihat dari kapal perikanan yang terdapat di PPP Lempasing yang relatif kecil. Dari potensi perikanan yang baru sedikit dimanfaatkan maka nelayan harus memiliki armada atau kapal besar berbobot di atas 30 GT  serta peralatan lain. Dengan demikian peningkatan hasil tangkapan tangkapan bisa tercapai dan berpengaruh positif terhadap roda perekonomian nelayan setempat dan pemanfaatan dapat berjalan dengan optimal.
  2. Menurut kami keterbatasan alat tangkap yang digunakan nelayan PPP Lempasing tidak seluruhnya karena nelayan miskin atau tidak dapat membeli tetapi lebih dikarenakan kapal yang rata-rata nelayan gunakan adalah kapal kecil seperti jukung atau kapal motor dengan ukuran 5-10 GT yang beroperasi didaerah pantai sehingga alat tangkap yang digunakan pun hanya terbatas untuk perairan pantai. Tetapi ada sebagian kecil nelayan yang telah memiliki ukuran kapal yang besar seperti 30 GT untuk dioperasikan di daerah lepas pantai, untuk nelayan seperti ini alat tangkap yang digunakan sudah cukup baik. Hal ini dapat kami simpulkan bahwa nelayan di PPP lempasing relatif memiliki kapal kecil yang memiliki keterbatasan alat tangkap.
  3. Contoh rill kualitas SDM terhadap pemanfaatan perikanan yaitu dapat dilihat dari terdapatnya nelayan-nelayan yang mulai sadar untuk tidak menggunakan alat tangkap yang berbahaya untuk menangkap ikan. Kualitas SDM yang baik dapat ditumbuhkan dan dapat dikembangkan dari universitas-universitas yang terdapat jurusan perikanan agar dapat mengembangkan kualitas SDM di pelabuhan itu sendiri. Menumbuhkan pemahaman mengenai perikanan secara luas.
  4. Penegakan hukum akan tercapai dengan sukses jika ada kerjasama yang baik dengan semua pihak. Baik aparat keamanan, pihak pengawas, UPT Pelabuhan Peerikanan dan juga nelayan. Selain itu, penyuluhan tentang hukum laut sangat diperlukan.
  5. Langkah-langkah PPP Lempasing dalam menerapkan pengembangan pelabuhan yaitu:
  • Meningkatkan kualitas SDM
  • Meningkatkan kesadaran hukum dan mengupayakan penegakan hukum yang baik
  • Meningkatkan fasilitas pokok, fungsional dan penunjang
  • Peningkatan kualitas tangkapan untuk memeperluas daerah distribusi pemasaran
  1. Berdasarkan Laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Bandar Lampung, produksi perikanan tangkap di wilayah Lempasing ini baru mencapai 7.289,4 ton dengan nilai produksi Rp 61.307.318.000. Tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 ini baru mencapai 46,44% dari nilai MSY, sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan.
  2. Langkah-langkah PPP Lempasing untuk meningkatkan taraf hidup nelayan yaitu dengan memberikan pelatihan kepada nelayan dan seluruh aspek penangkapan. Kemudian menggunakan SDM-SDM berkualitas seperti mahasiswa lulusan perguruan tinggi perikanan untuk bekerja disemua bidang pelabuhan agar tercipta penggunaan yang benar disemua fasilitas yang terdapat di pelabuhan sehingga bukan hanya nelayan yang dapat memiliki peningkatan taraf hidup tetapi peningkatan ekonomi juga.
  3. Fasilitas di PPP Lempasing belum optimal karena dapat dilihat dari literatur banyak yang telah rusak.
  4. Contoh rendahnya penegakan hukum: adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain.

Rendahnya penegakan hukum: karena SDM di PPP Lempasing masih belum mengerti mengenai hukum yang ada, dan di pelabuhan tersebut masih banyak preman. Penegakan hukum ini dapat ditegakkan bila pihak pelabuhan bekerjasama dengan pemerintah, pemda setempat, nelayan serta aparat kepolisian untuk mengatur  jalannya hukum di pelabuhan. Penegakan hukum ini pula dapat diterapkan bila diberikan pemahaman mengenai hukum yang berlaku serta larangannya agar nelayan dapat menerapkannya.

  1. Kerja sama pemerintah dan nelayan untuk meningkatkan kinerja dilapangan adalah dengan cara pemerintah memberi  fasilitas berupa fasilitas pokok, fasilitas penunjang dan fasilitas fungsional kepada nelayan sehingga kinerja nelayan bisa lebih meningkat dan produksi pelabuhan perikananpun meningkat.
  2. Cara pemanfaatan potensi wilayah Lampung dilihat dari perairan dan PPP Lempasing adalah dengan cara mengoptimalkan sumberdaya baik sumberdaya ikan maupun sumberdaya manusia yang ada di sana. Pemanfaatan sumberdaya ikan dengan cara melakukan penangkapan ikan dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan dan kelestarian perairan Lampung. Pemnafaatan sumberdaya manusia dengan cara membuka lapangan kerja bagi masyarakat Lampung melalui didirikannya Pelabuhan Perikanan Pantai Lempasing.

 

Ulasan Dosen

PPP Lempasing merupakan pelabuhan perikanan pantai di daerah Lampung yang memiliki potensi ikan yang masih cukup banyak tetapi belum termanfaatkan dengan baik. Dalam makalah ini hanya dicantumkan mengenai potensi perikanan dari laut saja belum menjelaskan pemanfaatan pelabuhan dari segi hinterland. Peran pelabuhan dalam meningkatkan adaptasi bagi nelayan serta pemasaran ikan dari PPP Lempasing keluar daerah.

About ikansarui

Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Posted on September 25, 2011, in Uncategorized. Bookmark the permalink. Leave a comment.

Leave a comment